Ringkasan Eksekutif

Tinjauan Kebijakan Pembiayaan dan Investasi Energi Bersih Indonesia ini mendukung upaya Indonesia untuk mewujudkan transisi energi bersih. Tinjauan ini berisi gambaran umum yang komprehensif tentang lingkungan kebijakan saat ini, menyoroti kemajuan dan mengidentifikasi peluang untuk memperkuat intervensi kebijakan yang dapat membantu meningkatkan pembiayaan dan investasi energi bersih. Berikut ini merupakan rangkuman penilaian dan rekomendasi penting dari enam bidang kebijakan yang merupakan kerangka tinjauan yang diuraikan pada bab 2 sampai dengan bab 7.

Pemerintah Indonesia patut menerima pujian karena menyatakan pentingnya energi bersih untuk masa depan negara. Pengembangan energi terbarukan yang melimpah dan potensi efisiensi energi di Indonesia sangat penting untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan dan komitmen perubahan iklim Indonesia. Sebagaimana halnya negara lain dan korporasi yang menjanjikan aksi perubahan iklim yang lebih kuat, Indonesia perlu mempercepat transisi energi untuk mempertahankan daya tariknya sebagai tujuan investasi.

Adopsi inisiatif pembangunan rendah karbon (low-carbon development initiative/LCDI) sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Nasional Jangkah Menengah (RPJMN) 2020-24 memperkuat komitmen Indonesia untuk mencapai target energi bersih dan perubahan iklim serta membantu mempercepat investasi energi bersih. Koordinasi antara instansi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam pembiayaan dan investasi energi bersih tetap menjadi tantangan. Penyederhanaan peraturan di tengah upaya meningkatkan kapasitas dan sumber daya pemerintah pusat dan daerah akan meningkatkan pencapaian target energi bersih Indonesia. Di sisi lain, perlambatan ekonomi global akibat pandemi COVID-19, juga memengaruhi sektor energi, sehingga Indonesia perlu memutakhirkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang dapat mendukung pengembangan energi bersih sebagai bagian dari pemulihan ekonomi. Langkah ini juga akan meningkatkan akses dan ketahanan energi serta mendukung tujuan pembangunan kembali dengan lebih baik.

Pemerintah telah menetapkan sejumlah regulasi penting terkait efisiensi energi dan energi terbarukan, termasuk standar kinerja energi nasional pertama Indonesia dan rancangan peraturan presiden tentang energi terbarukan. Reformasi tenaga kerja melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja memperjelas kerangka kebijakan untuk memperbaiki iklim usaha listrik energi terbarukan, yang sampai saat ini masih sulit dipahami. Pembangkitan listrik oleh perusahaan dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan yang seringkali terhambat oleh sejumlah kendala seperti, kurangnya jelasnya peraturan tentang pemanfaatan jaringan tenaga listrik bersama (power wheeling). Masih terdapat kesenjangan signifikan dalam kebijakan efisiensi energi, termasuk rendahnya ruang lingkup persyaratan standar kinerja energi minimum (SKEM). Upaya untuk meningkatkan standar terhadap sepuluh jenis peralatan elektronik sangat menggembirakan, namun harus juga tetap fokus untuk menguatkan peraturan yang ada yang mencerminkan kondisi pasar.

Pengesahan UU Cipta Kerja merupakan langkah penting untuk meningkatkan kemudahan berusaha. UU Cipta Kerja diberlakukan untuk menghapus tumpang tindih peraturan dan mengurangi beberapa pembatasan pada penanaman modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) serta menyederhanakan perizinan usaha. Dampak jangka panjang terhadap lingkungan usaha akan bergantung pada peraturan pelaksana di bidang lain yang harus dirancang tanpa mengorbankan lingkungan dan tujuan keberlanjutan. Tanpa mengesampingkan tujuannya untuk menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan industri nasional, persyaratan terkait tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) cenderung menghambat pasar tenaga surya dan bayu, karena biaya produksi dalam negeri lebih tinggi dibandingkan produksi luar negeri. Kondisi ini akan memengaruhi profitabilitas proyek dan menghalangi investasi secara keseluruhan.

Dalam beberapa tahun terakhir, dukungan terhadap investasi sektor energi terbarukan (termasuk insentif pajak) menunjukkan peningkatan, dengan sinyal yang menggembirakan bahwa peraturan presiden tentang energi terbarukan yang sedang disusun akan memfasilitasi pertumbuhan pasar. Untuk semakin mendorong investasi di sektor energi terbarukan, persepsi risiko seperti kurangnya transparansi dalam penetapan harga perjanjian jual beli tenaga listrik/PJBTL (power purchase agreement/PPA) dan ketidakpastian akibat keadaan kahar (force majeure) harus dikelola dengan baik. Dukungan dan insentif yang diberikan pemerintah tidak mengarah pada pengembangan efisiensi energi. Rendahnya kapasitas pasar untuk mengajukan proyek yang bankable menciptakan hambatan dalam pembiayaan dan investasi, sehingga diperlukan dukungan yang lebih terarah kepada pemangku kepentingan yang terlibat dalam mempersiapkan proyek efisiensi energi.

Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance Roadmap) Indonesia Tahap II (2020-24) yang baru-baru ini dirilis merupakan langkah penting dalam mengatur ulang ekosistem keuangan Indonesia, memperkuat implementasi pertimbangan lingkungan, sosial dan tata kelola (environmental, social and governance/ESG) dan mendukung inovasi serta pengembangan jasa dan produk keuangan. Lembaga-lembaga jasa keuangan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan untuk memperluas portofolio keuangan berkelanjutannya, terutama karena hal ini berkaitan dengan pembiayaan proyek energi terbarukan dan efisiensi energi. Isu yang berkembang mencakup kurangnya pemahaman tentang proyek energi bersih; kurang memadainya informasi; tingginya persepsi risiko; dan kurangnya instrumen keuangan dan pendanaan yang sesuai. Penyediaan fasilitas keuangan khusus yang berkelanjutan dapat membantu mengatasi hambatan, meningkatkan akses terhadap utang jangka panjang, mengurangi biaya transaksi yang tinggi, dan menurunkan suku bunga.

Pemerintah telah mendorong Penelitian & Pengembangan (Litbang) serta inovasi energi bersih, tetapi pendanaan yang tersedia masih lebih rendah dari komitmen disampaikan sebelumnya dan banyak kegiatan Litbang terkait energi masih berfokus pada teknologi bahan bakar fosil, dan ini merupakan tantangan untuk memutus ketergantungan pada hidrokarbon. Di sisi lain, Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam pengembangan keterampilan dan kapasitas terkait teknologi energi bersih serta keuangan berkelanjutan. Akan tetapi, upaya ini lebih condong ke aspek teknis dan operasional sementara masih terdapat kebutuhan yang besar untuk mengembangkan kapasitas pembiayaan di antara pengembang proyek sambil tetap meningkatkan kapasitas penataan dan uji tuntas (due diligence) dalam proyek energi bersih.

Metadata, Hukum dan Hak

Dokumen ini, serta data dan peta apa pun yang disertakan di sini, tidak mengurangi status atau kedaulatan atas wilayah mana pun, terhadap penetapan batas dan batas internasional, dan terhadap nama wilayah, kota, atau wilayah mana pun. Informasi yang diambil dari publikasi dapat dikenakan penafian tambahan, yang ditetapkan dalam versi lengkap publikasi, yang tersedia di tautan yang disediakan.

© OECD 2021

Penggunaan karya ini, baik digital atau cetak, diatur oleh Syarat dan Ketentuan yang dapat ditemukan di http://www.oecd.org/termsandconditions.